Fakta yang Perlu Anda Ketahui tentang Karakteristik Transaksi Investor Ritel

Dalam beberapa bulan penulis menggunakan sistem Quant.id (sistem free dan open source untuk analisa foreign flow dan bandarmologi), penulis temukan sebuah fenomena menarik yang berhubungan tentang bandarmologi/retailogi. Yaitu tentang ciri khas aktivitas investor ritel, khususnya broker YP (seperti kita tahu, investor ritel banyak yang menggunakan broker Mirae Sekuritas yang berkode YP), terhadap pergerakan harga.

Mari kita amati chart berikut.

lpkr-yp

Chart kepemilikan saham LPKR oleh YP periode Juni 2016 – Juni 2017

Garis merah menunjukkan grafik kepemilikan saham LPKR oleh broker YP, dalam milyar rupiah. Garis putus-putus hijau menunjukkan harga average kepemilikan YP. Axis Y menunjukkan kepemilikan dalam milyar Rp.

Dari chart tersebut secara intuitif kita bisa melihat, hubungan antara pergerakan harga dan kepemilikan YP adalah saling bertolak belakang. Ketika harga saham dalam trend naik, maka YP akan jualan, dan ketika harga saham dalam trend turun, maka YP akan akumulasi. Kalau Anda amati dengan lebih teliti, hubungan kebertolakbelakangannya malah nyaris sempurna, seolah-olah ada cermin di tengah chart itu.

Apakah ini hal yang menguntungkan atau tidak, kita bisa analisis secara lebih detil dengan melihat berapa profit yang dihasilkan YP dalam periode tersebut (sistem bandarmologi Quant.id memungkinkan kita untuk melakukan analisis ini). Mudah-mudahan kita bisa lakukan di artikel mendatang.

Sekilas mungkin Anda berpikir, bagus dong, beli pas murah dan jual pas naik? Betul sih. Tapi juga ada beberapa kekurangan dari strategi ini:

  • Anda akan nyangkut dalam waktu yang lama. Seperti di chart di atas, kalau Anda mulai akumulasi JSMR ketika harganya turun di bulan Juni 2016 (di harga 5625), maka setelah setahun Anda masih nyangkut.
  • kalaupun Anda average down, maka uang Anda akan habis karena JSMR dalam trend down selama 4 bulan dan turun 30%, jadi kalau Anda melakukan average down berdasarkan pertimbangan waktu (misalnya average down tiap sebulan sekali) atau prosentase penurunan (misalnya average down setiap saham turun 5%), Anda akan melakukan terlalu banyak average down.
  • profit yang Anda hasilkan mungkin tidak akan maksimal, karena Anda jualan terlalu cepat (seperti terlihat dalam chart, kelihatannya begitu saham naik maka YP langsung dalam mode jualan).

Lagi pula, ketika suatu saham dalam trend turun, tidak ada yang tahu kapan dia akan naik lagi. Itu juga kalau dia bisa naik lagi. Mari kita lihat contoh-contoh yang lain. Saat artikel ini ditulis (Juni 2017), ada beberapa saham yang sedang dalam kondisi downtrend, sebagian downtrend parah, dan mari kita lihat bagaimana posisi YP pada saham-saham tersebut.

Retailogi pada Saham Downtrend

Saham LPCK (lihat chart di bawah ini) yang sedang downtrend parah, setahun terakhir mengalami penurunan 47% dari 7800 ke 4100-an. Sementara YP justru melakukan akumulasi sebesar 44 milyar rupiah, dengan average kepemilikan (garis hijau) di harga 4478, atau floating loss sebesar 8% dan dalam posisi nyangkut selama 10 bulan:

Kepemilikan YP pada LPCK (1 Juni 2016 - 9 Juni 2017)

Kepemilikan YP pada LPCK (1 Juni 2016 – 9 Juni 2017)

Saham WTON, harga down 36%, YP akumulasi 42M (42 milyar Rp) dengan floating loss 13%, dalam posisi nyangkut 10 bulan juga:

Kepemilikan YP pada WTON (1 Juni 2016 - 9 Juni 2017 12:00)

Kepemilikan YP pada WTON (1 Juni 2016 – 9 Juni 2017 12:00)

Saham WSBP, harga down 22% dari titik tertingginya, YP akumulasi sebesar 271 milyar rupiah (!) dengan floating loss 6%:

Kepemilikan YP pada saham WSBP periode 1 Juni 2016 - 9 Juni 2017

Kepemilikan YP pada saham WSBP mulai IPO sampai 9 Juni 2017

Saham APLN, harga down 41% dari titik tertingginya, YP akumulasi sebesar 27 milyar rupiah dengan floating loss sebesar 10%:

Kepemilikan YP pada saham APLN periode Juni 2016 - Juni 2017

Kepemilikan YP pada saham APLN periode Juni 2016 – Juni 2017

Saham LPKR turun 48% dari level bulan Juli 2016, dan YP akumulasi 77 milyar rupiah dengan floating loss sebesar 14%:

lpkr-yp

Kepemilikan YP pada saham LPKR periode Juni 2016 – Juni 2017

INCO:

inco-yp

Kepemilikan YP pada INCO

Saya kira sampai di sini sudah jelas terlihat polanya, yaitu untuk saham-saham downtrend, retail (YP) cenderung dalam posisi nyangkut yang cukup parah (berbulan-bulan). Dan ironisnya, semakin sahamnya turun maka semakin bertambah pula kepemilikannya, sehingga nyangkutnya pun semakin parah.

Mungkin sebagian dari Anda berpikir bahwa hal itu tidak masalah, karena dalam hal ini YP mengambil posisi sebagai long-term investor, yang mengambil posisi saat harganya murah, sehingga ketika harganya naik maka akan cuan besar.

Untuk membuktikannya, mari kita melakukan analisis retailogi pada saham-saham yang sedang uptrend saat ini.

Retailogi pada Saham Uptrend

Saham BEST saat ini sedang dalam trend naik yang cukup bagus. Ironisnya, YP sudah menjual semua sahamnya (kepemilikannya hampir nol, kalau kita menghitung akumulasi transaksinya mulai 1 Juni 2016), sehingga kalaupun saham ini akan naik lebih lanjut, YP sudah tidak bisa menikmati hasilnya:

Kepemilikan YP pada saham BEST periode Juni 2016 – Juni 2017

Saham TBLA dalam trend naik jangka panjangnya, tapi sayangnya kepemilikan YP pada saham ini sudah sangat minimal (hanya sekitar Rp 1M), padahal pada puncak kepemilikannya pada bulan Oktober 2016, YP pernah punya 150 ribu lot, waktu itu di harga average 942 (walaupun ini tidak pasti benar karena perhitungannya hanya mulai bulan Juni) sehingga waktu itu nilai kepemilikannya adalah 14M. Kalau saja YP tidak menjual sahamnya, maka nilai portfolionya sekarang adalah Rp 22 M (harga saham sekarang Rp 1500) atau untung 8M (setara dengan 57%).

Kepemilikan YP pada saham TBLA periode Juni 2016 – Juni 2017

Pada BBTN, kepemilikan YP tinggal Rp 8M, jauh dari puncaknya sebesar Rp 39M:

bbtn-yp

Kepemilikan YP pada BBTN

Pada GGRM, kepemilikan YP tinggal 10-an M, karena ketika GGRM mulai naik di akhir april 2017, YP justru jualan 60M:

ggrm-yp

Kepemilikan YP pada GGRM

Pada BBCA, kepemilikan YP adalah nol (dihitung dari Juni 2016):

bbca-yp

Kepemilikan YP pada BBCA

Jadi bisa disimpulkan, untuk saham-saham di atas, ketika sahamnya naik, maka kenaikan tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh YP/investor ritel, karena investor ritel cenderung buang barang terlalu cepat. Ini berhubungan dengan psikologi ritel juga yaitu kita (ritel) cenderung kuat untuk menahan posisi nyangkut, dan justru tidak kuat dalam menahan posisi untung. Mungkin karena takut keuntungan kita hilang atau terjerumus dalam posisi nyangkut lagi, sehingga ketika kita untung dikit, maka kita cenderung terlalu cepat merealisasikan keuntungan kita. Kita akan bahas psikologi ritel ini dalam kesempatan yang lain.

Penutup

Demikian semoga artikel ini bisa menambah sedikit pengetahuan dan sedikit berguna bagi Anda. Di artikel mendatang kita akan coba ulas bagaimana melakukan strategi sederhana dengan memanfaatkan pengetahuan di atas.

Sebagai disclaimer, mohon diingat bahwa “hukum retailogi” di atas tidak berlaku untuk semua saham. Dalam beberapa kasus terutama untuk saham gorengan, kadang-kadang YP justru menjadi bandar, dalam artian memotori pergerakan saham. Saham-saham yang tidak likuid juga tidak bisa dianalisis dengan retailogi ini. Dan terakhir, mungkin nantinya bandar akan merubah strateginya juga setelah membaca artikel ini sehingga ilmu kita di atas tidak berlaku lagi. Jadi marilah kita tetap berhati-hati dengan uang kita dan moga-moga kita bisa tetap saling berbagi ilmu satu dengan yang lain.

Salam.

 

7 pemikiran pada “Fakta yang Perlu Anda Ketahui tentang Karakteristik Transaksi Investor Ritel

    • Terima kasih sarannya. Nah pengennya juga begitu sih, tapi saya masih harus pelajari dulu, karena untuk sekuritas lain walaupun sering diasosiasikan dengan retail (misalnya PD, NI), isinya lebih nyampur antara retail dan institusi (bahkan juga bandar). Ada saran mungkin?

      Suka

  1. Menyakitkan. Aku pun pake YP, dan ternyata aku pun jadi bagian dari kebodohan retailer ini. Kalau lihat yg nilainya turun, “wah murah, beli!”. Trus malah makin turun, ” wah makin murah! Beli lagi!”. Harga makin jatuh: “wah sudah kehabisan uang, nunggu aja.” Trus harga makin turun lagi, ada 2 kemungkinan: “Cut loss, ga tahan lah!” . atau “ga mau Cut loss, tahan sampe ga terlalu rugi.” Kemudian harga beneran pulih, “Siapa tau bisa naik lagi.” Ternyata turun lagi “Sial ga keburu jual impas” Akhirnya naik lagi ke harga mendekati modal, “Akhirnya bisa keluar tanpa terlalu rugi! Alhamdulilah!” Kemudian harga malah terbang, di saat udah ga punya barang lagi, “…” bengong “…” “yaaa mungkin bukan rejeki, ayo coba lagi di saham lain, ayo cari saham bagus yg lagi murah.” dan proses nya berulang lagi. Damn we are all idiots.

    Suka

  2. Fakta yang menarik, banyak dr kita yang cari saham dg valuasi murah namun malah rugi atau nunggu dalam jangka waktu panjang, masalahnya bukan dr valuasi sahamnya, mungkin dr liquiditas saham itu sendiri, jika kita beli saham dg valuasi murah namun kurang liquid(jumlah transaksi yg atau jumlah saham yg beredar kecil) maka potensi pemanipulasian harga semakin besar. Beda halnya jika ikutin valuasi murah saham yg liquid, potensi kerugiannya pun semakin kecil..
    Iya aku rasa juga ritel bukan hanya di YP. Banyak juga PD dan NI. Overall, ilmu ini baru dan menarik jika dibedah lebih dalam lagi.

    Suka

  3. Ping balik: Tips Bandarmologi/Retailogi Sederhana untuk Menghindari Nyangkut atau Jual Terlalu Cepat | Retailogi

  4. Ping balik: Trend Retailogi Menarik dari Awal Kenaikan Saham LPCK | Retailogi

Tinggalkan komentar